KEADILAN HUKUM ISLAM
Kata adil menurut bahasa adalah sesuatu yang tegak di
dalam jiwa sebagai kejujuran dan ketulusan. Lawan dari adil adalah aniaya. Ia
juga berarti imbang dan keadilan. Ia juga berarti pertengahan antara berlebihan
dan mengabaikan.
Adil merupakan salah satu sifat Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Karena itu Ia tidak pernah mengutus rasul-rasul-Nya, tidak menurunkan
kitab-kitab-Nya, dan tidak membebani umat manusia dengan berbagai syariat
kecuali untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al
Hadid: 25)
Keadilan telah Allah jadikan sebagai timbangan-Nya
yang bebas dari segala ketergelinciran, dengannya urusan dunia menjadi baik.
Karena itu Allah berfirman,
“Allah-lah yang telah menurunkan kitab (Al-Quran)
dengan (membawa) kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan).” (Asy
Syura: 17).
“Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca
(keadilan).” (Ar Rahman: 7)
Ia menyebut keadilan itu dengan istilah timbangan
karena keadilan terlahir dari neraca dan termasuk pekerjaannya yang paling
menonjol. Islam, agama yang terakhir ini telah menjadikan system keadilan
sebagai syiarnya. Keadilan adalah indentitasnya dalam setiap aspek kehidupan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil,
berbuat baik, dan member kepada kaum kerabat, serta melarang kekejian,
kamungkaran, dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (An Nahl: 90)
Ibnu Mas’ud berkata, “Ayat di atas merupakan ayat yang
paling lengkap mewadahi kebaikan yang harus dilaksanakan dan keburukan yang
harus ditinggalkan. “Seruannya bersifat umum bagi umat manusia seluruhnya
dengan menggunakan kata perintah (ya’muru) bukan sekadar anjuran.
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Rasul terakhir
itu, di antara tugas pokoknya adalah bersikap adil di antara umat manusia.
Allah telah memerintahkannya untuk menjelaskan hal itu kepada umatnya agar
mereka belajar dan meneladani beliau karena beliau adalah teladan bagi seluruh
umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman,
Dan katakan, “Aku beriman kepada semua kitab yang
Allah turunkan dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.” (Asy
Syura: 15)
Keadilan yang Islam serukan adalah keadilan mutlak
yang memperlakukan seluruh umat manusia sama, sederajat. Allah Subhanahu wa
Ta’ala. berfiman,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (An Nisa’: 58).
Permusuhan yang terjadi di antara umat manusia tidak
boleh dijadikan alasan untuk membenarkan atau melakukan kezaliman atau
meninggalkan sikap adil.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah dan menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebecianmu terhadap suatu kaum
mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan..” (Al Ma’idah: 8)
Sebagaimana diperintahkan untuk diterapkan dalam
perbuatan, keadilan juga diperintahkan dalam ucapan.
“Dan apabila kamu berkata maka berlaku adillah
kendatipun terhadap kerabat(mu) sendiri, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Al
An’am: 152)
Perintah ini sangat berkaitan dengan orang-orang yang
memegang kekuasaan, yang memiliki hubungan dengannya, atau mereka yang
berpengaruh di masyarakat seperti para mufti, para aktivis amar makruf nahi
mungkar, pemuka mazhab, dan lain-lain yang berpngeruh ucapannya,
perilakunya, atau keduanya.
Hakikat yang meliputi seluruh makna keadilan adalah
memberikan hak kepada pemiliknya, baik hak pribadi, social, maupun politik.
Setiap hal yang menghalangi sampainya hak kepada
pemiliknya adalah kezaliman. Demikianitu karena tujuan system Ilahi ini adalah
menegakkan keadilan di antara manusia.
Keadilan yang dituntut oleh Islam adalah keadilan yang
menyeluruh. Ia adil dalam hukum,
“Dan apabila menetapkan hukum di antara manusia
hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”
(An-Nisa’: 58)
Ia adil dalam peradilan, menyamakan antara pihak-pihak
yang berperkara walaupun berbeda kedudukannya dan kelasnya. Di samping itu ia
juga adil dalam pembagian hak dan kewajiban; adil dalam menetapkan hudud dan
qishas; adil di antara istri-istri jika mereka lebih dari satu;adil dalam
ucapan, persaksian, dan penulisan; dan adil di antara kelompok-kelompok Muslim
jika terjadi perselisihan pendapat di antara mereka,
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang maka damaikanlah di antara keduanya. Jika salah satu dari keuda
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah
golongan yang berbuat aianya itu hingga mereka kembali kepada perintah Allah;
jika golonganitu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah di
antara keduanya dengan adil. Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.” (Al Hujurat: 9).
Dalam menegakkan prinsip dan kaidah keadilan di tengah
masyarakat, Islam menggunakan konsep dan metodologi pendidikan yang mendidik
umat ini untuk meyakini prinsip keadilan dengan keyakinan setingkat ideology
dalam hati orang yang beriman. Hal itu dilakukan dengan mensosialisasikannya,
mempropagandakannya, memerintahkannya, mendorong umat untuk komitmen dengannya,
memperingatkan agar mereka tidak meninggalkannya, dan membentuk karakter umat
dengannya melalui penerapan dan pengamalannya. Semua itu jelas terlihat
dari sejarah kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Beliau
gembirakan umat dengan keadilan, mempropagandakan, dan menerapkannya selama
hidup Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, memulia dengan dirinya sendiri sebagai
contoh hingga konsep keadilan itu memasyarakat dan mereka tidak enggan lagi
menuntut keadilan itu baik salah maupun benar. Dalam kisah Dzil Khuwaishirah
Attamimi pada waktu Perang Hunain, reaksi kaum Anshar kepada Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Tentang pembagian harta rampasan perang pada
Perang Hunain, dalam kerelaan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Untuk
mendapat balasan (qishash) dalam Perang Badar, bahkan dalam tuntutan qishas
dari beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Saat sakit menjelang wafatnya;
terdapat saksi yang sangat kuat dan bukti yang sangat nyata akan semua itu.
Dalam perjalan hidup khulafaurasydin terdapat
contoh-contoh keadilan yang memperhatikan aspek-aspek persamaan dan kesetaraan
yang kemudian hidup sebuah idealism. Di antara pernyataan Khalifah Abu Bakar
Radhiyallahu ‘Anh adalah, “Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat bagiku
hingga aku mengambilkan hak untuknya sedang orang yang kuat di antara kalian
adalah lemah bagiku hingga aku mengambil hak darinya, Insya Allah.”