Sunday, 23 March 2014

Keistimewaan Syariah Islam (Bahagian 2) - Bahagian Ibadah Semester 1

KEADILAN HUKUM ISLAM

Kata adil menurut bahasa adalah sesuatu yang tegak di dalam jiwa sebagai kejujuran dan ketulusan. Lawan dari adil adalah aniaya. Ia juga berarti imbang dan keadilan. Ia juga berarti pertengahan antara berlebihan dan mengabaikan.

Adil merupakan salah satu sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu Ia tidak pernah mengutus rasul-rasul-Nya, tidak menurunkan kitab-kitab-Nya, dan tidak membebani umat manusia dengan berbagai syariat kecuali untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25)

Keadilan telah Allah jadikan sebagai timbangan-Nya yang bebas dari segala ketergelinciran, dengannya urusan dunia menjadi baik. Karena itu Allah berfirman,

“Allah-lah yang telah menurunkan kitab (Al-Quran) dengan (membawa) kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan).” (Asy Syura: 17).

“Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca (keadilan).” (Ar Rahman: 7)


Ia menyebut keadilan itu dengan istilah timbangan karena keadilan terlahir dari neraca dan termasuk pekerjaannya yang paling menonjol. Islam, agama yang terakhir ini telah menjadikan system keadilan sebagai syiarnya. Keadilan adalah indentitasnya dalam setiap aspek kehidupan. Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman,

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat baik, dan member kepada kaum kerabat, serta melarang kekejian, kamungkaran, dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An Nahl: 90)

Ibnu Mas’ud berkata, “Ayat di atas merupakan ayat yang paling lengkap mewadahi kebaikan yang harus dilaksanakan dan keburukan yang harus ditinggalkan. “Seruannya bersifat umum bagi umat manusia seluruhnya dengan menggunakan kata perintah (ya’muru) bukan sekadar anjuran.

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Rasul terakhir itu, di antara tugas pokoknya adalah bersikap adil di antara umat manusia. Allah telah memerintahkannya untuk menjelaskan hal itu kepada umatnya agar mereka belajar dan meneladani beliau karena beliau adalah teladan bagi seluruh umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman,

Dan katakan, “Aku beriman kepada semua kitab yang Allah turunkan dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.” (Asy Syura: 15)

Keadilan yang Islam serukan adalah keadilan mutlak yang memperlakukan seluruh umat manusia sama, sederajat. Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfiman,

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (An Nisa’: 58).

Permusuhan yang terjadi di antara umat manusia tidak boleh dijadikan alasan untuk membenarkan atau melakukan kezaliman atau meninggalkan sikap adil.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah dan menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebecianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan..” (Al Ma’idah: 8)

Sebagaimana diperintahkan untuk diterapkan dalam perbuatan, keadilan juga diperintahkan dalam ucapan.

“Dan apabila kamu berkata maka berlaku adillah kendatipun terhadap kerabat(mu) sendiri, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Al An’am: 152)

Perintah ini sangat berkaitan dengan orang-orang yang memegang kekuasaan, yang memiliki hubungan dengannya, atau mereka yang berpengaruh di masyarakat seperti para mufti, para aktivis amar makruf nahi mungkar, pemuka mazhab, dan lain-lain yang berpngeruh ucapannya, perilakunya,  atau keduanya.

Hakikat yang meliputi seluruh makna keadilan adalah memberikan hak kepada pemiliknya, baik hak pribadi, social, maupun politik.

Setiap hal yang menghalangi sampainya hak kepada pemiliknya adalah kezaliman. Demikianitu karena tujuan system Ilahi ini adalah menegakkan keadilan di antara manusia.

Keadilan yang dituntut oleh Islam adalah keadilan yang menyeluruh. Ia adil dalam hukum,

“Dan apabila menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (An-Nisa’: 58)

Ia adil dalam peradilan, menyamakan antara pihak-pihak yang berperkara walaupun berbeda kedudukannya dan kelasnya. Di samping itu ia juga adil dalam pembagian hak dan kewajiban; adil dalam menetapkan hudud dan qishas; adil di antara istri-istri jika mereka lebih dari satu;adil dalam ucapan, persaksian, dan penulisan; dan adil di antara kelompok-kelompok Muslim jika terjadi perselisihan pendapat di antara mereka,

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah di antara keduanya. Jika salah satu dari keuda golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aianya itu hingga mereka kembali kepada perintah Allah; jika golonganitu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah di antara keduanya dengan adil. Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Hujurat: 9).

Dalam menegakkan prinsip dan kaidah keadilan di tengah masyarakat, Islam menggunakan konsep dan metodologi pendidikan yang mendidik umat ini untuk meyakini prinsip keadilan dengan keyakinan setingkat ideology dalam hati orang yang beriman. Hal itu dilakukan dengan mensosialisasikannya, mempropagandakannya, memerintahkannya, mendorong umat untuk komitmen dengannya, memperingatkan agar mereka tidak meninggalkannya, dan membentuk karakter umat dengannya melalui penerapan dan pengamalannya.  Semua itu jelas terlihat dari sejarah kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Beliau gembirakan umat dengan keadilan, mempropagandakan, dan menerapkannya selama hidup Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, memulia dengan dirinya sendiri sebagai contoh hingga konsep keadilan itu memasyarakat dan mereka tidak enggan lagi menuntut keadilan itu baik salah maupun benar. Dalam kisah Dzil Khuwaishirah Attamimi pada waktu Perang Hunain, reaksi kaum Anshar kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Tentang  pembagian harta rampasan perang pada Perang Hunain, dalam kerelaan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Untuk mendapat balasan (qishash) dalam Perang Badar, bahkan dalam tuntutan qishas dari beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Saat sakit menjelang wafatnya; terdapat saksi yang sangat kuat dan bukti yang sangat nyata akan semua itu.

Dalam perjalan hidup khulafaurasydin terdapat contoh-contoh keadilan yang memperhatikan aspek-aspek persamaan dan kesetaraan yang kemudian hidup sebuah idealism. Di antara pernyataan Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh adalah, “Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat bagiku hingga aku mengambilkan hak untuknya sedang orang yang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku hingga aku mengambil hak darinya, Insya Allah.”