Wednesday, 15 January 2014

Biografi Hasan al Banna - Bahagian Tamadun Semester 4


Biografi ringkas Imam Hasan al Banna



Underground Tauhid - Nama “Hasan Al-Banna” selalu lekat dengan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun, karena beliau adalah pendiri dan menjadi Mursyid ‘Am pertama jamaah tersebut. Sekalipun sang imam “Al-Banna” -semoga Allah merahmatinya-, tidak mengenyam kehidupan lebih dari 42 tahun, namun pada masa hidupnya banyak memberikan kontribusi dan prestasi yang besar sehingga banyak terjadi lompatan sejarah terutama dalam melakukan perubahan kehidupan umat menuju Islam dan dakwah Islam yang lebih cerah, banyak perubahan-perubahan yang dicapai olehnya, apalagi saat beliau hidup kondisi umat dalam keadaan yang begitu parah dan mengenaskan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, kebodohan umat, dan ditambah dengan penjajahan barat.

42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.

Setiap orang pasti memiliki faktor yang dapat dinilai mampu memberikan kontribusi dan saham dalam pembentukan karakter dan jati dirinya dan menentukan berbagai hakikat yang dipilihnya. Dan bagi pemerhati lingkungan yang di dalamnya hidup sang imam Al-Banna akan dapat menemukan awal yang baik, dan karena itu berakhir dengan baik. Seperti dalam ungkapan: “Akhir yang baik mesti diawali dengan permulaan yang baik”. 

Masa Kecil 


Imam Hassan Al Banna telah dilahirkan pada 14 Oktober 1906, di  desa Mahmudiyah yang terletak di Iskandariah, Mesir. Hassan al Banna merupakan anak sulung daripada lima bersaudara. Ayahnya, Syeikh Ahmad ibn Abd al Rahman al-Banna adalah seorang ulama, imam, guru dan pengarang beberapa buah kitab hadis dan fikah perundangan Islam, dan lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Namun beliau hanya bekerja sebagai tukang servis jam dan gramaphone (radio) sebagai sumber untuk menyara hidup keluarga beliau.



Bapak kepada Imam Hasan al-Banna


Sebagai seorang ulama, ayahnya mempunyai perpustakaan yang agak besar di rumahnya. Beliau menghabiskan sebahagian masanya mempelajari Syariat Islam dan menyebarkannya secara personal demi personal ke orang – orang sekitarnya. Sejak kecil Hassan al-Banna sering menghadiri dan mengambil baagian dalam setiap kagiatan ayahnya tersebut. Disinilah sebenarnya yg telah membentuk pemikiran, wawasan dan karakter Hasan Al Banna. Ketokohan, keilmuan dan keperibadian Syeikh Ahmad al Banna diwarisi oleh Hassan al Banna.

Bahwa komitmen dengan Islam dan manhaj robbani sangat membutuhkan pondasi utama pada lingkungan yang menggerakkannya, agar dapat tumbuh dan besar seperti pondasi tersebut, dan jika tidak ada lingkungan yang mendukung maka akan menjadi sirna dan mati sejak awal kehidupannya. Dan Allah telah memberikan karunia besar terhadap imam “Al-Banna” dengan lingkungan yang baik ini. Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.

Sejak kecil lagi Hassan Albanna terdepan diantara kawan-kawannya dengan sifat kepemimpinannya. Beliau pernah terpilih menjadi pemimpin   Jemaah Al Suluka Al Akhlaqi di sekolah. Keluarga Hassan Al- Banna begitu tegas dalam mendidik anak-anak berdasarkan ajaran Islam. Hal ini menyebabkan beliau telah menghafal Quran dalam usia yang begitu muda.

Beliau kemudian telah memasuki Pusat Latihan Perguruan. Selepas tiga tahun di sana beliau mendapat tempat pertama dalam prestasi pendidikannya. Kemudian beliau telah memasuki Darul Ulum (Universitas Kairo) di Kaherah pada awal usia 16 tahun.
Di sinilah pertama kali beliau tergugah dengan pergolakkan partai politik dan juga pertumbuhan kelompok anti Syariat Islam yang dicetuskan oleh Kamal Atartuk. Idealisme yang kebanyakannya bertentangan dengan Islam juga meletup pada masa itu. membuat Mesir dilanda keruntuhan akhlak yang dasyat. Terlebih dengan tragedi runtuhnya Khilafah Al Islamiyah.

Ketika di Darul Ulum, beliau mulai mengadakan kegiatan pengajian Islam. Hassan AlBanna dan rekan-rekannya mulai berdakwah di tempat orang ramai selalu berkumpul seperti di kedai kopi. Beliau juga telah rajin mengirim surat dan mengajak ulama-ulama dan imam-imam besar pada masa itu untuk melawan ‘banjir’ westernisasi yang menenggelamkan umat pada ketika itu.

Imam Al-Banna kecil (muda) hidup dibawah naungan dan lingkungan yang bersih dan suci. Dan rumah yang di dalamnya hidup sang imam juga merupakan rumah yang tershibghah dengan shibghah islam yang hanif. Orang tuanya bernama syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Bann. Beliau adalah seorang imam masjid di desanya, dan seorang tukang reparasi dan penjual jam. Namun disisi lain orang tuan Hasan Al-Banna adalah sosok pecinta ilmu dan buku, sehingga senang menuntut ilmu dan membaca buku, dan sebagian waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis, dan beliau juga banyak menulis kitab, diantaranya adalah “Badai’ul Musnad fi Jam’I wa Tartiibi Musnad As-Syafi’I”, “Al-Fathu Ar-Robbani fi Tartiibi Musnad Ahmad As-Syaibani”, “Bulughul Amani min Asrori Al-fathu Ar-Robbani”

Imam Al-Banna selalu berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo, dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula- Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.

Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak umat untuk kembali pada Islam yang hanif.

Dan di kota Ismailiyah pula Imam Al-Banna banyak melakukan interaksi dengan lembaga-lembaga Islam dan beliau tampil sebagai da’i dengan berbagai sarana yang dimiliki dan berkeliling ke berbagai tempat dan desa. Beliau pergi sebagai da’i dan membawa kabar gembira tentang agama Islam. Beliau menyeru dan mengajak manusia yang berada tempat-tempat perkumpulan mereka, dan diatara tempat perkumpulan yang sering belaiu datangi adalah café. Disana beliau memberikan kajian keagamaan, terutama pada sore hari ini, sehingga dengan kajian yang beliau sampaikan banyak menarik perhatian sebagian besar masyarakat pengunjung cafe; sehingga menjadikan pemilik café tersebut berlomba-lomba mengundang Imam Al-Banna untuk memberikan kajian sore di café-cefe milik mereka. Dan akhirnya di kota Ismailiyah –dengan taufik dari Allah- dan dengan keberkahan akan juhud dan keikhlasannya, Imam Al-Banna mampu mengeluarkan cahaya dakwah terbesar dan memberikan pengaruh yang sangat besar hingga saat ini. Yaitu berdirinya Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin langsung oleh Imam Al-Banna. Padahal saat itu umur beliau masih muda sekali, baru mencapai antara tidak terlalu muda, tidak baya dan juga tidak terlalu tua. Pemuda yang ahli ibadah itulah yang telah mampu mendirikan gerakan dakwah Islam terbesar di dunia saat ini.

Dari Pengajian Ke Gerakan Ikhwanul Muslimin

Setelah beliau menamatkan pelajaran di Darul Ulum dengan prestasi terbaik, beliau lalu bekerja sebagai guru. Ketika itu, Imam Hassan Albanna mulai prihatin dengan keadaan umat Islam kerana umat islam hanya sibuk dengan berbincang  lalu mulai bergerak aktif didalam masjid dan menyampaikan dakwah-dakwah beliau.

Tahun 1928, Hassan al-Banna dikunjungi adik dan lima orang sahabat yang tersentuh dengan ceramah beliau di rumahnya dan berjanji setia bersama untuk hidup dan mati karena Islam. Di rumah itulah Jemaah Ikhwan Muslimin mulai lahir dan dirintis. Saat itu usia Hasan Al Banna adalah 23 tahun.

Sejak dari hari itu, kegiatan dakwah Ikhwan mulai bergerak dan terus bertumbuh hingga seluruh pelosok Mesir dan negara-negara lain. Tahun 1934, Ikhwan telah menubuhkan lebih dari 50 cabangnya di Mesir. Pertumbuhan ini telah menumbuhkan beberapa sekolah, masjid dan kilang. Pada penghujung Perang Dunia Kedua, lkhwan mempunyai lebih kurang setengah juta hingga 3 juta anggota yang aktif. Terus berkembang hingga memiliki 3000 cabang di Mesir hingga ke Sudan. 
Hassan AlBanna dan pegawai delegasi Indonesia, pertemuan yang memulakan Ikhwan di Indonesia

Ikhwan juga mengirimkan para mujahidinnya ke Palestina. Mujahidin – mujahidin ini dibina dan dikader dengan pola kaderisasai yang ketat. Intensifitas tarbiyyah yang mengkontrol dan memotivasi para kader Ikhwan untuk menghafal al qur’an, menegakkan Syariat Islam dan meninggalkan hal – hal makruh menjadi nilai penting untuk membangun ruhiyah para mujahidin Ikhwanul Muslimin.

Dalam satu jawapan yang diberikan oleh wartawan barat terhadap dirinya yang bertanyakan siapakah dia, Hassan Al Banna menjawab, ”Saya adalah perantau yang mencari kebenaran, dan insan yang mencari arti kemanusiaan di kalangan manusia, dan warganegara yang inginkan kemuliaan, kebebasan, kestabilan, hidup yang baik untuk negara dan berjuang untuk menegakkan Islam.”

Kerajaan Inggris pernah menjemput Hassan al Banna ke kedutaan mereka untuk minum teh. Beliau dipuji kerana sikapnya yang baik, kerja-kerja kebajikannya untuk membantu anak-anak yatim dan janda.

Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah “masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah “seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.

Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam, seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan kota di Mesir.

Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw, sebagaimana beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban. Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah dan ketaatan.

Pembunuhan Hasan Al Banna

Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku hidup modernis seperti mereka.

Pengaruh Ikhwan Muslimin yang kuat semakin dikhawatirkan oleh Pemerintah Mesir di bawah Noqrashi Pasha dari Partai al-Safdi. Pada 8 November 1948 Beliau telah mengharamkan Ikhwanul Muslimin atas tuduhan merancang satu pemberontakan untuk menjatuhkan Pemerintahan. Bahkan sumbangan Ikhwanul Muslimin yang mengirim beribu ribu Mujahidin dalam perang menghadapi Israel seolah oleh dinafikanjuga tidak dihargai. Kerajaan mesir bahkan menyuruh membubarkan seluruh aktvitias Ikhwanul Muslimi.

 Berbagai-bagai tuduhan dan fitnah dilemparkan terhadap Ikhwan Muslimin. Anggota-anggotanya ditangkap, dimasukkan ke dalam penjara, disiksa dengan kejam, malah ada yang dibunuh.

Tidak lama kemudian Perdana Menteri Mesir telah dibunuh dan Gerakan Ikhwanul Muslimin telah dikambing hitamkan atas kejadian itu. Pada bulan yang berikutnya harta benda pergerakan itu telah dirampas dan beribu ribu orang beliau telah disumbatkan ke dalam penjara.

Pada 12 Feb 1949 beliau telah syahid dibunuh oleh pengkhianatan Islam pemerintah Mesir ketika itu.

Dengan alasan untuk mencari solusi atas ketegangan (konflik) antara Ikhwan Muslimin dan pemerintah, pihak pemerintah menjemput Hassan al-Banna untuk berunding di tempat Pejabat Jam’iyyah al-Syubban al Muslimin. Sebenarnya jemputan itu hanyalah sebagai helah untuk membunuh beliau.

Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al Banna bersama iparnya Abdul Karim Mansur, suami dari adik perempuannya sampai di tempat pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan mewakili pemerintah untuk berunding, tetapi malangnya Zaki Ali Basya tidak kunjung tiba.

Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isya mereka memanggil taksi untuk pulang. Ketika baru saja menaiki taksi yang dipanggil, dua orang yang tidak dikenali menerpa ke arah taksi dan salah seorang daripada mereka terus melepaskan tembakan pistol. Mereka berdua terkena ternbakan itu. Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut. Walaupun terkena tujuh tembakan, Hasan al-Banna masih mampu berjalan masuk ke tempat pejabat Jam’iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil ambulans untuk membawa mereka ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit Qasral ‘Aini, mereka dikawal rapi oleh Jeneral Muhammad al-Jazzar dan sengaja melarang pihak rumah sakit untuk memberika pengobatan kepada Hasan al Banna. Pada pukul 12.50 tengah malam, Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir karena kehabisan darah.

Semangat Yang Tak Pernah Mati

Pada pukul satu pagi pihak polis menyampaikan berita kematian kepada ayah Hasan al-Banna dengan dua pilihan: Pihak polis akan menghantarkan jenazah ke rumahnya, dan beliau menjalankan proses penguburan jenazah pada jam sembilan pagi dan tidak boleh ada keramaian atas proses penguburan Hasan Al Banna, jika ia tidak menerima tawaran pertama itu, pihak polisi sendiri terpaksa akan menguburkan jasad Hasan Al Banna tanpa beliau pernah melihat jenazah anaknya itu.

Ayah Hasan al Banna menerima pilihan yang pertama. Sebelum fajar menyingsing, jenazah as-Syahid dibawa ke rumahnya di Hilmiah al-Jadid dengan sebuah kereta yang dikawal rapi oleh polisi yang lengkap bersenjata. Di sekitar rumahnya juga terdapat polisi dan tentara berkawal dengan rapi. Mereka tidak mengizinkan siapapun mendatangi kawasan tersebut. Jenazah Almarhum dibawa masuk ke rumahnya secara tidak ada orang yang melihatnya dan tidak ada yang mengetahui masa ketibaannyasecara diam-diam.

Ayah Hasan al-Banna yang sudah berusia lebih 90 tahun itu dengan penuh kesabaran memandikan dan mengapankan jenazah anaknya seorang diri. Setelah diletakkan ke atas keranda, beliau memohon pihak polisi mencari beberapa orang untuk mengusungnya. Tetapi pihak polisi menjawab “biarkanlah orang-orang perempuan tolong mengusungnya”.

Polisi tetap tidak membolehkan siapapun datang ke rumah tersebut untuk mengucapkan takziah dan tidak dibenarkan membaca al-Quran. Ayah Hasan al-Banna tidak dapat berbuat apa apa lagi. Beliau dengan tiga orang perempuan terpaksa mengusung anaknya itu menuju ke Masjid al-Qaisun untuk disembahyangkan. Pihak polis lebih dahulu telah pergi ke masjid memerintah orang-orang yang ada di situ supaya meninggalkan masjid. Sheikh Abdur Rahman seorang diri menunaikan solat jenazah ke atas anaknya itu. Kemudian mereka meneruskan pengusungannya menuju ke perkuburan untuk menguburkan jenazah Almarhum.

Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis terhadap kebatilan dan kemaksiatan, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Dan Imam Al-Banna juga sangat memiliki karakter yang mampu memberikan pengaruh pada orang yang ada disekitarnya, hal ini kembali pada pondasi yang beliau miliki yaitu kedekatan diri kepada Allah -Kita berharap demikian dan kita tidak merasa paling suci kecuali hanya Allah-. Dan kita temukan bahwa dakwah Al-Ikhwan –dan Al-Ikhwan itu sendiri- telah terpengaruh dengan sosok imam Al-Banna; karakternya yang baik, ikhlas dan taat kepada Allah, yang kesemuanya bersumber pada cahaya kenabian. Sebagaimana beliau juga memiliki sosok yang mumpuni dan lemah lembut, selalu perhatian dan menolong orang-orang yang mazhlum, dan dalam sejarahnya telah banyak disaksikan bahwa usaha dan kerja al-ikhwan di berbagai tempat, daerah dan negara selalu membela hak-hak umat Islam yang terampas.

Oleh karena itulah bagi kita dapat mengambil ibrah dari perjalanan sosok pemuda yang berhimpun di dalamnya jiwa yang memiliki nilai-nilai mulia dan agung, bagaimana jiwa tersebut dapat mampu membangun generasi yang islami, tidak menyimpang dari jalan Allah dan menepati dan menunaikan amanah yang diembannya dengan optimal dan baik, sekalipun kondisi, ujian dan cobaan yang dihadapi selalu datang silih berganti dalam rangka berpegang teguh pada jalan Allah dan agama Islam serta dalam usaha meninggikan kalimat (agama) Allah dan mentauladani sirah nabi saw.